Tuesday, August 17, 2010

PERSIAPAN MENGHADAPI SIDANG KASUS PERCERAIAN

Jika anda akan menghadapi sidang untuk kasus perceraian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, ada beberapa hal yang perlu anda ketahui.

1. Mendapatkan Nasehat Hukum

Jika anda tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hukum, ada baiknya anda meminta nasehat hukum dari seorang pengacara, konsultan hukum atau orang yang sudah berpengalaman. Jangan menganggap remeh persoalan yang anda hadapi, meskipun kasus yang anda hadapi tidak terlalu rumit, karena konsekuensi hukum yang anda hadapi nantinya mengikat dan bersifat memaksa. Oleh karena itu, jangan menunda sampai saat-saat terakhir putusan hakim akan dijatuhkan atau saat posisi anda sudah terjepit.

2. Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan

Banyak hal yang dapat anda tanyakan kepada pihak-pihak yang lebih mengetahui tentang proses hukum, antara lain tentang:

Ø Hal-hal yang harus dipersiapkan, jika anda mewakili diri sendiri dalam sidang

Ø Mendiskusikan tentang penyebab/alasan mengapa anda memutuskan bercerai dengan suami anda

Ø Bila anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum) di pengadilan, apakah hal itu akan berpengaruh pada putusan hakim?

Ø Biaya yang harus dikeluarkan, jika anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum)

Ø Garis besar proses hukum yang akan anda hadapi di pengadilan

Ø Lama waktu yang dibutuhkan untuk proses hukum kasus yang anda hadapi

Sebelum meminta nasehat hukum, sebaiknya anda menyiapkan terlebih dulu surat-surat penting mengenai kasus anda (antara lain: surat nikah asli dan fotokopinya yang telah dibubuhi materai, fotokopi akta kelahiran anak yang dilegalisasi di kantor pos, fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga,dll). Biasanya kasus perceraian disertai pula dengan masalah pembagian harta gono-gini, sebaiknya anda juga menyiapkan surat-surat yang terkait dengan dengan harta benda perkawinan seperti akta jual-beli, sertifikat, kwitansi, bon jual-beli, surat bukti kepemilikan dan semacamnya. Hal ini untuk memudahkan anda dan penasehat hukum anda memahami persoalan hukum yang sedang anda hadapi. Setelah anda memahami persoalan anda, diharapkan anda sudah dapat mengambil keputusan apakah akan meminta bantuan pengacara atau kuasa hukum sebagai wakil anda di pengadilan, atau anda memutuskan untuk mewakili diri anda sendiri, tanpa didampingi pengacara.

3. Dimana Anda Bisa Mendapatkan Nasehat & Bantuan Hukum?

Anda dapat meminta nasehat hukum dari seorang konsultan hukum atau pengacara, dengan kebebasan memilih untuk didampingi/tidak oleh mereka dalam sidang pengadilan nanti. Jika anda tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar seorang pengacara, ada beberapa lembaga yang dapat anda mintai bantuan dengan tanpa membebani biaya yang berlebihan kepada anda. Lembaga yang sifatnya nirlaba ini, —misalnya Lembaga Bantuan Hukum terdekat di wilayah anda—biasanya akan mempertimbangkan bagaimana kondisi anda, baik kondisi ekonomi maupun psikologis.

Jika anda menginginkan nasehat hukum atau bantuan hukum dari pengacara swasta, jangan segan menanyakan biaya yang akan dikeluarkan. Juga jangan ragu untuk menanyakan kepada pengacara lain yang berbeda, jika biaya yang dikenakan terlalu mahal. Ingat! Anda mempunyai hak penuh untuk memutuskan dan memilih siapa yang akan menjadi penasehat hukum atau kuasa hukum yang anda anggap paling sesuai.

4. Yang Harus Anda Siapkan Sebelum Ke Pengadilan

a. Bila tanpa didampingi Pengacara

v Mempersiapkan surat gugatan; Setelah anda memahami segala sesuatunya (sudah meminta bantuan saran/nasehat dari pihak yang paham soal ini), anda dapat mempersiapkan surat gugatan anda sendiri

v Menyiapkan uang administrasi yang jumlahnya sekitar Rp.500.000.- (lima ratus ribu rupiah) yang nantinya harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar) setelah membayar.

v Mempersiapkan apa yang akan anda katakan di pengadilan tentang kasus anda. Untuk mempersiapkannya, disarankan agar anda berdiskusi kembali dengan orang-orang/pihak yang memahami soal ini.

v Mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi

b. Bila didampingi Pengacara

v Jika anda memilih untuk didampingi pengacara, terlebih dulu pengacara anda membuat Surat Kuasa yang harus anda tandatangani. Surat Kuasa adalah surat yang menyatakan bahwa anda (sebagai pemberi kuasa) memberikan kuasa kepada pengacara anda (sebagai penerima kuasa) untuk mewakili anda dalam pengurusan kasus anda, mulai dari pembuatan surat-surat seperti surat dakwaan, beracara di muka sidang pengadilan, menghadap institusi atau orang yang berwenang dalam rangka pengurusan kasus anda, meminta salinan putusan pengadilan dan sebagainya.

v Menyiapkan Surat Gugatan. Bila anda sudah menandatangani Surat Kuasa, maka selanjutnya pengacara (kuasa hukum) andalah yang akan mengurus pembuatan Surat Gugatan dan surat-surat lainnya yang dibutuhkan selama proses hukum berjalan.

v Siapkan uang administrasi kurang lebih Rp.500.000,- yang harus anda bayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Usai membayar, anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar).

v Siapkan uang untuk pembayaran pengacara anda bila pengacara yang anda minta bantuannya adalah pengacara yang dibayar.

Yang penting juga harus anda perhatikan:

Ø Persiapkan mental anda

Ø Usahakan tidak terlambat ke pengadilan karena dapat mempengaruhi jalannya sidang

Ø Berpakaian sopan dan rapi.

5. Di ruang sidang pengadilan

a. Yang mungkin ditanyakan hakim

§ Dalam sidang pertama, hakim biasanya akan melakukan upaya perdamaian. Di sidang ini hakim akan bertanya apakah kedua pihak yang bersengketa akan mengadakan perdamaian/tidak?

§ Dalam proses pemeriksaan, hakim dapat menanyakan masalah-masalah yang terkait dengan gugatan, apakah ada keberatan dari para pihak/tidak?

§ Sebelum putusan dijatuhkan hakim, hakim dapat bertanya apakah ada hal-hal lain yang ingin disampaikan para pihak? Misalnya hak untuk mengasuh anak di bawah umur atau menemui anak, jika sebelumnya mendapat halangan untuk bertemu.

b. Siapa saja yang berhak hadir di persidangan?

§ Hakim: yaitu orang yang memimpin jalannya sidang, memeriksa, dan memutuskan perkara

§ Panitera: yang bertugas mencatat jalannya persidangan

§ Anda, sebagai pihak yang mengajukan gugatan, disebut Penggugat/Kuasa hukumnya

§ Suami Anda, sebagai pihak yang digugat, disebut Tergugat/Kuasa hukumnya

6. Apa hak anda sebagai Penggugat?

¢ Didampingi pengacara sebagai kuasa hukum di pengadilan

¢ Bertanya dan menjawab mengenai perkembangan kasusnya baik kepada kuasa hukumnya, maupun kepada hakim

¢ Mendapat salinan surat keputusan pengadilan (dapat melalui kuasa hukumnya)

¢ Mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, tanpa dibedakan berdasarkan suku, agama, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik atau status sosialnya

7. Berapa lama proses berlangsung?

a. Pengadilan Tingkat Pertama (di PN atau PA)

Sidang biasanya dilakukan lebih dari 6 (enam) kali, namun ada juga yang kurang dari itu. Jangka waktu yang dibutuhkan maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pengadilan pertama (PN atau PA).

b. Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi (di PT dan Mahkamah Agung)

Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu perkara hingga tingkat banding dan kasasi berbeda-beda. Namun secara umum hingga awal proses pengadilan tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung bisa memakan waktu 3-5 tahun.

Sumber : pengacaraonline.com

Monday, August 2, 2010

PERANAN HUKUM KONTRAK INTERNASIONAL DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS

A. Pendahuluan

Permasalahan hukum di dalam perdagangan bebas pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masalah-masalah yang dihadapi para pihak dalam transaksi bisnis domestik. Walaupun demikian, terdapat sejumlah masalah yang unik dalam transaksi bisnis internasional yang makin berkembang pada era perdagangan bebas dewasa ini. Masalah-masalah yang timbul dalam transaksi bisnis internasional umumnya berkaitan erat dengan risiko-risiko tambahan tertentu, dan adanya penerapan peraturan yang berbeda.

Risiko tambahan dan masalah lain yang terdapat di dalam transaksi bisnis internasional disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini.

  1. Penjual enggan mengirim barang kepada pembeli tanpa adanya jaminan pembayaran, dan pembeli enggan membayar terlebih dahulu sampai ia memeriksa kualitas barang yang dibelinya; atau setidak-tidaknya ia tahu bahwa barang tersebut telah dikapalkan.
  2. Salah satu pihak harus mengatasi masalah mata uang asing.
  3. Hampir selalu terjadi bahwa para pihak memiliki bahasa yang berbeda sehingga dapat menimbulkan salah pengertian mengenai prakondisi atau persyaratan dasar transaksi bisnis yang dilakukan.
  4. Transaksi bisnis internasional berhadapan dengan berbagai peraturan pemerintah (yang membedakannya dengan transaksi bisnis domestik), dan seringkali transaksi tersebut tunduk pada peraturan lebih dari satu negara.
  5. Transaksi bisnis internasional tunduk pada lebih dari satu sistem hukum yang berlainan dan kebiasaan yang berbeda sehingga dapat menimbulkan kesulitan ketika terjadi perselisihan. Hukum atau kebiasaan yang mana yang dipakai untuk menyelesaikan perselisihan tersebut ?
  6. Apabila perselisihan timbul atau jika kontrak dilanggar, penentuan dan pelaksanaan kewajiban kontrak lebih sulit jika pengadilan asaing dan aturan-aturan asing ikut terkait didalamnya.

Berbagai permasalahan tersebut di atas telah dicoba untuk diatasi dengan harmonisasi aturan dan praktik melalui berbagai upaya, di antaranya adalah :

  1. Penciptaan konvensi-konvensi yang disetujui berbagai negara dan diterapkan dalam situasi-situasi tertentu;
  2. Penyusun model law yang diusulkan berbagai organisasi internasional yang dimasukkan ke dalam hukum nasional masing-masing negara; dan
  3. Ketentuan-ketentuan dari kebiasaan yang berlaku di dalam praktik yan diminta dimasukkan ke dalam perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam transaksi bisnis internasional.

Usaha-usaha tersebut diatas umpamanya telah dilakukan Internasional Chamber of Commerce (ICC) dengan memublikasikan definisi-definisi berbagai syarat dan aturan Letter of Credit dan penyediaan forum penyelesaian sengketa. Konferensi Den Haag di bidang Hukum Perdata Internasional telah menyusun berbagai rancangan konvensi yang berhubungan dengan perdagangan, meliputi pilihan hukum jual beli barang internasional, hukum yang berlaku ke agenan, pengakuan terhadap perusahaan asing, pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan di bidang perdata dan komersial dan tanggung jawab Produsen

Peran hukum kontrak dalam perdagangan bebas tidak hanya bergantung kepada harmonisasi dan standardisasi berbagai aturan dan praktik, tetapi juga bergantung kepada budaya hukum masing-masing pihak, terutama antara Barat dan Timur. Masyarakat Barat, teristimewa Amerika Serikat, memandang hukum sebagai hak (right) sehingga menegakkan hukum kontrak adalah menegakkan hak yang merupakan kewajiban bagi pihak lain. Kontrak merupakan dokumen hukum. Jika timbul perselisihan, para pihak harus kembali kepada kontrak. Masyarakat Timur, seperti Cina, Jepang, dan Korea secara tradisional menganggap hukum sebagai perintah (order) dari penguasa untuk menjaga ketertiban.

Dari sudut tradisi yang berakar dari Ajaran Konfusius, hukum selalu berdampingan dengan hukum. Oleh karena itu, orang Cina, Jepang, dan Korea enggan (rada sungkan) membawa sengketa bisnis ke hadapan pengadilan, karena image pengadilan hanyalah tempat orang-orang jahat. Sengketa-sengketa perdata diselesaikan melalui negosiasi konsiliasi, dan mediasi.

Pandangan mereka terhadap kontrak juga tidak sama dengan pandangan masyarakat Barat. Bagi masyarakat Timur, terutama Cina, Jepang dan Korea, kontrak tidak lebih sebagai simbul kerja sama, bukan dokumen hukum sehingga dapat diubah setiap saat, ketika kondisi dan situasi mengalami perubahan. Hubungan bisnis lebih ditekankan kepada hubungan kepercayaan (personal) daripada hubungan hukum. Orang Jepang dalam berbisnis mengatakan: “trust the people rather than paper”.

B. Kerangka Teori

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perancangan suatu kontrak bisnis, yakni prinsip-prinsip dasar yang lazim dibuat dalam transaksi bisnis internasional yang penjelasannya seperti tersebut di bawah ini.

1. Kebebasan BErkontrak

Prinsip kebebasan berkontrak yang di anut Hukum Indonesia (Pasal 1338 ayat (1) KUH-Perdata) dan diberlakukan secara luas dalam praktik hukum di Indonesia, bahkan prinsip ini menjadi begitu penting karena dipergunakan sebagai kata kunci dalam mengembangkan berbagai macam perjanjian yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum dan praktik hukum di Indonesia, misalnya perjanjian patungan (join venture agreement), perjanjian bantuan teknis (technical asstance agreement), perjanjian lisensi (license agreement), dan perjanjian bagi hasil (production sharing contract). Jenis-jenis perjanjian tersebut baru dikenal luas setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang mengundang masuknya investor asing ke Indonesia.

2. Penawaran dan Penerimaan

Prinsip ini lebih dikenal sebagai persesuaian kehendak di antara para pihak. Dalam sistem hukum Anglo Saxon, lembaga ini mirip dengan prinsip offer and acceptance. Terobosan yang banyak dibuat kalangan bisnis Indonesia adalah pembuatan MOU (Memorandum of Understanding). Sulit untuk menentukan apakah bentuk ini termasuk dalam perjanjian dalam hukum Indonesia karena banyak pihak yang menginginkan bentuk ini semata-mata sebagai dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Di dalam hukum Indonesia dikenal suatu prinsip bahwa perjanjian tidak hanya ditafsirkan dari apa yang tertulis, tetapi juga apa yang secara wajar dimaksudkan para pihak atau secara umum berlaku dalam masyarakat. Jadi, jika suatu Memorandum of Understanding mengisyaratkan terjadi suatu perjanjian, maka tanpa melihat judul dokumen, dokumen tersebut dianggap telah memuat perjanjian di antara para pihak tersebut.

3. Iktikad Baik

Prinsip ini terkandung dalam setiap sistem hukum. Pihak yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan dengan dasar iktikad baik, walaupun tidak disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan, dapat meyakini bahwa tindakannya tersebut dilindungi hukum. Meskipun demikian, penyusun kontrak yang baik jelas dan rinci daripada semata-mata mendasarkan diri pada prinsip iktikad baik tersebut.

Dalam kasus Gateway versus Holding Ltd (1991), 106, NSR (2nd) 180 (S.C) di Canada, iktikad baik melahirkan pertanyaan, yakni : Pertama, apakah doktrin iktikad baik tersebut semata-mata mengenai ketidakpastian dan moralisme hukum? Kedua, apakah doktrin iktikad bai tersebut adalah teori hukum kontrak dengan teori hukum neoklasik? Ketiga, apakah doktrin ini adalah rule of law atau rule interpretation.

4. Penggunaan Istilah

Penyusunan kontrak yang baik akan sangat berhati-hati dalam menggunakan istilah. Istilah yang sudah baku dan jelas pengertiannya dalam hukum tertulis hanya dapat digunakan dalam kontrak sederhana dan tunduk pada hukum Indonesia, serta menyangkut pihak-pihak Indonesia. Dalam kontrak yang kompleks dan memiliki aspek transnasional, istilah-istilah sebaiknya pengertian atau definisinya di dalam kontrak yang bersangkutan, atau dibuat referensinya kepada ketentuan-ketentuan tertentu dari hukum tertulis.

5. Peralihan Resiko

Di dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya resiko atas kerugian yan timbul merupakan suatu prinsi yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tertentu, seperti jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, pinjam pakai, pemborongan, dan pemberian kuasa tanpa perlu memperjanjikannya dalam perjanjian bersangkutan, kecuali jika para pihak menginginkan peraturan peralihan risiko yang lain dari yang ditetapkan undang-undang. Di luar perjanjian-perjanjian yang menurut undang-undang telah mengatur sendiri masalah peralihan risiko, pembuat perjanjian perlu melakukan pengaturan sendiri atas risiko yang mungkin timbul.

6. Ganti Rugi (Penalty)

Prinsip ganti rugi di dalam perjanjian selalu hadir dalam setiap hukum. Pihak-pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi atas tidak dipenuhi atau dilanggarnya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam perjanjian oleh pihak lainnya.

Penyusun kontrak harus memberikan pengertian dan batasan atas ganti rugi tersebut di dalam kontrak yang beraspek transnasional karena prinsip ganti rugi dalam hukum Indonesia mungkin berbeda dengan prinsip ganti rugi dalam sistem hukum lain. Di Indonesia tidak dikenal adanya kerugian seperti consequential damages principle atau punitive damages principle yang sudah lazim dalam sistem hukum Anglo Saxon.

Pencantuman istilah tersebut dalam suatu perjanjian akan dapat menimbulkan masalah apabila tidak dijelaskan secara rinci karena para pihak mungkin pada waktu pembuatan perjanjian memahami istilah tersebut dalam konteks yang berlainan.

7. Keadaan Darurat

Setiap kontrak harus memuat klausul keadaan darurat karena besar kemungkinan terdapat keadaan yang tidak dapat dibayangkan atau diperkirakan pada saat kontrak tersebut ditandatangani. Pihak yang mengalami keadaan darurat harus memberitahukan terjadinya keadaan darurat tersebut kepada pihak lain sesegera mungkin. Kedua belah pihak harus mengadakan pertemuan untuk mengatasi akibat dari keadaan darurat tersebut terhadap kontrak.

Pihak yang melakukan wanprestasi karena keadaan darurat tidak dapat dikenakan sanksi ganti kerugian. Pengertian keadaan darurat adalah tidak hanya terbatas pada perang, pemberontakan, invasi, bencana alam, kebakaran, banjir, embargo, peledakan, larangan impor-ekspor, pemogokan, dan kesulitan perburuhan, tetapi ada juga yang memasukkan inflation beyond the expected rate dan certain changes in government policy.

Keadaan darurat yang dipandang modern adalah “an occurrence beyond the control of the party affected, provided that such party could not reasonably have foressen such occurrence at the time of entering into the contractor could not reasonably have avoided or overcame its consequences.” Dan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat dari Rp 2.300,00 (dua ribu tiga ratus rupiah) menjadi Rp. 15.000,00 (lima belas ribu rupiah) per satu dolar dalam waktu yang relatif singkat dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat (force mejeure).

8. Perubahan Kontrak

Kontrak-kontrak bisnis internasional ada yang bersifat rigid di samping yang bersifat flexible. Dalam kontrak yang bersifat fleksibel selalu dicantumkan renegeration clause, terutama dalam kontrak-kontrak jangka panjang. Klausul ini jangan dilihat sebagai jalan bagi salah satu pihak untuk lari dari kewajibannya, tetapi bagaimana kontrak tersebut dapat memberikan jaminan bahwa kedua belah pihak sama-sama mendapat Keuntungan, ketika situasi dan kondisi telah berubah dibandingkan pada saat ditandatanganinya kontrak yang bersangkutan. Memasukkan klausa ini dalam kontrak bisnis internasional dapat mengurangi timbulnya perselisihan karena memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyesuaikan kontrak yang telah dibuat dengan yang baru.

9. Alasan Pemutusan

Pemutusan suatu perjanjian timbal balik hanya dilakukan atas persetujuan bersama para pihak di dalamnya. Persetujuan dapat diberikan dalam persetujuan yang bersangkutan untuk hal-hal tertentu. Penyusun perjanjian yang tunduk pada hukum Indonesia wajib mengetahui bahwa tanpa adanya perjanjian demikian mengharuskan salah satu pihak yang menginginkan pemutusan perjanjian untuk meminta persetujuan pengadilan terlebih dahulu (Lihat Pasal 1266 KUH-Perdata).

Dalam praktik, penyusun kontrak selalu mencantumkan bahwa para pihak setuju melepaskan ketentuan Pasal 1266 KUH-Perdata tersebut. Efektivitas pelepasan pasal tersebut masih belum diuji sehingga membutuhkan suatu preseden dari yurisprudensi.

10. Pilihan Hukum

Untuk perjanjian yang mempunyai aspek transnasional, masalah pilihan hukum ini menjadi penting. Tidak semua pihak asing merasa comfortable bahwa perjanjiannya, walaupun menyangkut Indonesia, diatur dan ditafsirkan menurut hukum Indonesia. Pilihan hukum asing untuk suatu perjanjian yang menyangkut Indonesia adalah sah dan mengikat. Masalahnya bagi penyusun perjanjian adalah apakah pilihan demikian praktis dan efektif.

11. Penyelesaian Sengketa

Sebagian besar transaksi bisnis internasional memilih arbirtrase luar negeri sebagai tempat penyelesaian sengketa dengan berbagai alasan. Jika penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut dilakukan di hadapan badan peradilan Indonesia, masalahnya apakah badan peradilan yang bersangkutan dianggap mampu. Kalau penyelesaian sengketa tersebut dilakukan di pengadilan di luar negeri, apakah keputusan pengadialan asing dapat dilaksanakan di Indonesia? Sesuai dengan prinsip hukum acara yang berlaku di Indonesia, keputusan hakim asing tidak dapat serta merta (otomatis) dapat di laksanakan di Indonesia. Pengadilan di Indonesia hanya dapat menggunakan keputusan tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan ataupun bukti dalam memberikan keputusannya sendiri dalam suatu perkara baru yang diajukan ke hadapan pengadilan tersebut.

C. Deskripsi Hasil Temuan dan Pembahasan.

1. Analisis Ekonomi dalam Hukum Kontrak

Ekonomi merupakan suatu studi tentang tingkah laku yang rasional dalam menghadapi kelangkaan (scarcity). Oleh karena itu, ekonomi dan hukum tidak dapat dipisahkan. Sistem hukum juga berhadapan dengan kelangkaan. Jika semua hal telah sempurna dan baik, maka mungkin tidak perlu lagi ada hukum dan negara. Hidup mungkin menjadi jenuh dan membosankan.

Seperti halnya ekonomi, sistem hukum juga adalah mengenai tingkah laku yang rasional. Hukum ingin mempengaruhi sesuatu melalui sanksi, seperti hukuman penjara dan ganti rugi. Aspek yang memaksa dari hukum mengasumsikan bahwa orang tahu mengenai konsekuensinya. Kewajiban hukum tak lain dari prediksi bahwa jika seseorang berbuat atau menghindarkan sesuatu ia akan mengalami penderitaan atau kesusahan. Umpamanya adalah akibat putusan pengadilan. Legislator dan hakim percaya bahwa orang akan menjawab ancaman tersebut dengan modifikasi tingkah lakunya untuk meminimalkan ongkos dari ketaatan dan sanksi. Negara, dalam bagiannya, mencoba meminimalkan ongkos dari pelaksanaan. Dunia sarjana ekonomi mulai dengan perdagangan bebas dan dunia sarjana hukum mulai dengan peraturan, dua disiplin ini melahirkan different prescriptions mengenai interaksi sosial.

Analisis ekonomi adalah menentukan pilihan dalam kondisi kelangkaan (scarcity). Dalam kelangkaan ekonomi mengkonsumsikan bahwa individu atau masyarakat akan atau berusaha untuk memaksimalkan apa yang mereka ingin capai dengan melakukan sesuatu sebaik mungkin dalam keterbatasan sumber. Dalam hubungannya dengan positive analysis dari hukum, analisis akan menanyakan prediksi yang akan dapat dibuat yang mempunyai akibat ekonomi bila kebijaksanaan (hukum) tersebut dilaksanakan. Orang akan memberikan reaksi terhadap insentif atau disinsentif dari kebijaksanaan (hukum) tersebut normative analysis yang secara konvensional diartikan sebagai walfare economics cenderung akan bertanya apakah kebijaksanaan (hukum) yang diusulkan atau perubahan hukum yang dilakukan akan berpengaruh terhadap cara orang untuk mencapai apa yang di inginkan? Dalam hubungan ini, dua konsep efisiensi menjadi penting, yaitu Pereto Efficiency (nama seorang ahli ekonomi Italia abad yang lalu) dan Kaldor-Hicks efficiency (nama dua ahli ekonomi Inggris). Pareti Efficiency akan bertanya apakah kebijaksanaan atau perubahan hukum tersebut membuat seseorang lebih baik dengan tidak mengakibatkan seseorang lainnya bertambah buruk? Sebaliknya Kaldor-Hiks efficiency akan mengajukan pertanyaan apakah kebijaksanaan atau perubahan hukum tersebut akan menghasilkan Keuntungan yang cukup bagi mereka yang mengalami perubahan itu sehingga ia secara hipotesis dapat memberikan kompensasi kepada mereka yang dirugikan akibat kebijaksanaan atau perubahan hukum tersebut. Pendekatan yang terakhir ini adalah cost benefit analysis.

Pendekatan analisis ekonomi dalam hukum ini telah berkembang di Amerika Serikat sekitar dua puluh tahun yang lalu. Mata kuliah Economics Analysis of the Law telah diajarkan di berbagai Fakultas Hukum di Amerka Serikat dengan memberikan konsep-konsep mikro ekonomi lebih dahulu kepada mahasiswa hukum. Selanjutnya sebagaimana konsep-konsep mikro ekonomi tersebut diterapkan terhadap masalah-masalah hukum. Pendekatan analisi ekonomi dalam hukum Amerika Serikat yang menganut sistem common law, dimana hakim memegang peranan penting dalam menetapkan apa yang merupakan hukum. Namun, di negara-negara civil law, perbuatan melanggar hukum, hak atas harta kekayaan (hak milik) dan kontrak tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang merupakan unsur menentukan dalam sistem civil law. Peranan hakim di negara common law berbeda dengan hakim civil law. Hakim di negara common law dalam banyak hak cenderung untuk menemukan aturan yang tepat dalam case law, sedangkan hakim di negara civil law lebih banyak menafsirkan atau menerapkan peraturan perundang-undangan tertulis.

Negara civil law seperti Indonesia, misalnya, akan mengalami beberapa hambatan dalam menerapkan analisis ekonomi dalam hukum karena beberapa hal berikut ini.

a. Aliran positivisme dalam hukum menganggap hukum tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang tertulis yang berisikan norma-norma diantaranya norma keadilan.

b. Pendekatan analisis ekonomi dalam hukum terlalu menekankan kepada cost-benefit ratio yang kadang-kadang tidak mendatangkan keadilan.

c. Konsentrasi ahli ekonomi yang tertuju kepada efisiensi tidak terlalu merasakan perlunya unsur keadilan (justice).

Hal-hal di atas tentu dibantah oleh penganut-penganut pendekatan analisis ekonomi dalam hukum, yaitu:

a. Tidak benar ekonomi tidak memikirkan keadilan. Dalam usaha menentukan klaim normative mengenai pembagian pendapatan dan kesejahteraan, seseorang mesti memiliki filosofis politik melebihi pertimbangan ekonomi semata-mata.

b. Ekonomi menyediakan kerangka di dalam mana pembahasan mengenai keadilan dapat dilakukan. Para ekonom telah memperlihatkan bahwa jika kondisi-kondisi untuk adanya pasar yang kompetitif memuaskan, hasil yang diperoleh adalah efisiensi pareto. Sama saja, setiap hasil dari efisiensi pareto dapat dikembangkan dari distribusi asset lebih dulu yang menimbulkan kondisi yang kompetitif.

c. Norma-norma dalam masyarakat lahir secara bersamaan dari ketertiban yang damai. Control yang artificial oleh hukum di atas ketertiban yang spontan adalah tidak percaya bahwa insentif dapat mengontrol hukum dan ekonomi.

Namun demikian, pendekatan analisis ekonomi dalam hukum di negara-negara civil law bukan tanpa prospek. Para ahli hukum semakin terbuka kepada pemikiran-pemikiran baru dalam mengembangkan hukum, antara lin dengan memakai pendekatan baru ini. Penegakan hukum tidak didasarkan semata-mata kepada adanya perasaan keadilan, tetapi juga kepada perhitungan cost-benefit ratio. Insentif-insentif perlu ada sehingga suatu peraturan dapat dilaksanakan.

2. Fungsi Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Ekonomi

Paling tidak ada empat fungsi hukum kontrak bila dipandang dari sudut ekonomi. Keempat fungsi itu dapt dilihat pada paparan dibawah ini :

a. Hukum kontrak yang memuat masalah ganti rugi bila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau melanggar kontrak akan memberikan “an essential check on opportunism in non-simulataneous exchanges” dengan menjamin pihak yang satu. Dalam pelaksanaan kontrak, tidak berhadapan dengan resiko, daripada kerja sama dari pihak lainnya.

b. Fungsi ekonomi lainnya dari hukum kontrak adalah memakai para pihak given categories of exchanges dengan seperangkat ketentuan kontrak (di mana mereka bebas untuk menentukan bila mereka mau) sehingga akan mengurangi transaction costs.

c. Hukum kontrak berfungsi untuk mengurangi ketidakhati-hatian para pihak dengan memberikan tanggung jawab kepada pihak yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lainnya.

d. Fungsi hukum kontrak dari sudut pandangan ekonomi adalah memformulasikan seperangkat ketentuan yang merupakan alasan yang memanfaatkan dalam pelaksanaan kontrak sehingga dapat dilaksanakannya efficient exchanges, tetapi tidak mendorong pelaksanaan inefficient exchanges yang tidak memenuhi kriteria efisiensi pareto.

Paragraf-paragraf berikut ini mencoba menguraikan pendekatan analisis ekonomi terhadap klausul denda (penalty) dalam kontrak. Hukum kontrak dalam berabagai sistem hukum yang modern dianggap sebagai institusi hukum yang sangat menguntungkan, yang (1) mengizinkan para pihak menetapkan kepentingan yang sah seperti menjamin diri mereka dari pelaksanaan kontrak yang tidak memuaskan; (2) memungkinkan individu-individu lainnya menunjukkan kepercayaan mereka kepada pasar; (3) bekerjanya asas pacta sunt servanda untuk pelaksanaan institusi kontrak yang efektif; (4) dapat memilih peranan institusi lain untuk menghindarkan penyelesaian sengketa di pengadilan yang berlarut-larut dan mahal. Sehubungan dengan klausul denda (penalty) dalam hukum kontrak, berbagai sistem hukum seakan-akan bersaing di antara mereka untuk mencapai hasil yang paling efisien. Klausul denda dalam hukum kontrak sepertinya mendekati sesuatu yang tidak efisien, walaupun sistem civil law mungkin menganggap lebih efisien (atau kurang efsien) daripada partnernya common law.

Pendekatan melalui studi perbandingan (comparative study) hukum dan ekonomi dilakukan dengan membangun model institusi hukum yang efisien, kemudian membandingkannya dengan alternatif keadaan nyata dari sistem hukum yang berbeda. Bila berangkat dari model yang efisien, analisis perbandingan hukum dan ekonomi mencoba mempertanyakan mengapa ketidak efisienan terjadi.

Dalam pembahasan ini, model sistem hukum yang efisien tidak membatasi kebebasan para pihak untuk memperkenalkan klausul denda lebih daripada apa yang telah dipraktikkan. Salah satu di antaranya adalah kriteria efisiensi. Hukum kontrak berusaha melarang sikap yang menciptakan externalities antara para pihak dengan pihak ketiga. Hukum kontrak berusaha menciptakan struktur hukum yang efisien untuk transaksi pasar yang masih tidak selalu menghadirkan kebebasan yang sempurna. Sebagai contoh, kontrak yang tidak seimbang akan mempengaruhi kemampuan pihak tertentu untuk memperlihatkan apa yang lebih disukainya. Oleh karena itu, model yang efisien tidak memperbolehkan pelaksanaan ketentuan denda ketika pencantuman denda tersebut disebabkan oleh unsur-unsur yang tidak seimbang.

Sebagi ilustrasi, berikut ini penulis paparkan sebuah contoh kasus mengenai perjanjian tidak seimbang yang pernah terjadi di Indonesia, namun telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Keputusannya No. 3431 K/Pdt/1985.

“Di Indonesia, umpamanya, Mahkamah Agung RI dalam Sri Setianingsih vs. Busono-Busono Nomor 3431 K/Pdt/1985 tanggal 4 Maret 9187, membatalkan perjanjian pinjam-meminjam uang sebab salah satu pihak karena posisi tawaranya yang kuat telah membuat isi kontrak sedemikian rupa hingga menguntungkan dirinya sendiri. Dalam perkara ini Sri Setianingsih telah meminjamkan bunga pinjaman 10% per bulan, sedangkan pada saat itu bunga bank 12% per tahun. Mahkamah Agung RI tidak memperbolehkan pelaksanaan perjanjian tersebut, bahkan membatalkan, atas dasar iktikad baik.

Sistem hukum common law tidak memperbolehkan mencantumkan klausul denda dalam kontrak karena beranggapan bahwa klausul denda tersebut akan merupakan sesuatu yang melampaui batas. Hakim dan bukan individu, yang dapat memutuskan tindakan yang pantas dalam melaksanakan kewajiban kotraktual. Sebaliknya dalam sistem civil law, pencantuman clausul denda tersebut sesuai dengan asa kebebasan berkontrak misalnya Pasal 1239 KUH Perdata menyebutkan : “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga.” Jika denda telah diperjanjikan, hakim tidak dapat menghapuskannya berdasarkan asas kebebasan berkontrak dari para pihak yang dapat menentukan hukum yang dapat mengikat mereka. Menurut Sistem Hukum Civil (civil law), model yang tercantum dalam KUH-Perdata tersebut yang terdapat dalam Code Napoleon adalah model yang efisien. Para pihak berusaha menghindari denda tersebut dengan menaati pelaksanaan kontrak. Sebaliknya menurut sistem common law bila klausul denda tersebut ingin disamakan dengan liquidates damages, ia harus dalam bentuk jumlah yang aktual dari kerugian yang diderita.

Dalam perkembangannya di negara-negara civil law, hakim memiliki kekuasaan untuk mengurangi denda yang telah diperjanjikan apabila hakim memandang jumlah denda tersebut berlebihan.

Contoh lain mengenai analisis ekonomi dalam hukum kontrak berkenaan dengan perubahan kontrak yang sedang berjalan. Perubahan kontrak perlu dilakukan untuk menghindarkan wanprestasi oleh salah satu pihak. Umpamanya A telah berjanji mengirimkan barang kepada B dengan harga pasar. Akan tetapi, tiba-tiba biaya produksi barang tersebut melonjak naik dengan tajam sehingga A tak dapat Mengirimkan barang tersebut tanpa ia menderita kerugian yang besar pada tingkat harga pasar yang telah diperjanjikan. Bila perkara ini dibawa ke pengadilan, putusan hakim tidak akan mengizinkan A menaikkan harga yang harus dibayar B. analisis ekonomi terhadap perubahan keadaan tersebut menghasilkan pandangan yang lain. Bila perubahan keadaan benar-benar menimbulkan pelaksanaan kontrak menimbulkan pelaksanaan kontrak menimbulkan biaya yang besar bagi A pada tingkat harga yang pertama, perundingan kembali isi kontrak dapat merupakan Pareto-improving. Bila tidak diadakan perundingan kembali, mungkin biaya untuk mencari keadilan melalui pengadilan yang panjang dan mahal menjadi tidak efisien baik B maupun bagi A.

D. Penutup

1. Kesimpulan

Berangkat dari uraian-uraian dan analisis di atas, akhirnya membawa kita kepada pemahaman sebagai berikut.

a. Pencantuman Klausul-klausul dalam kontrak tampaknya harus juga menggunakan analisis ekonomi bila para pihak ingin menghindarkan kerugian. Begitu juga dalam pelaksanaan kontrak, bila terjadi hal-hal di luar kemampuan para pihak, perubahan kontrak mesti dimungkinkan, karena penyelesaian sengketanya akan memakan biaya yang besar yang tidak efisien bagi kedua belah pihak.

b. Akhirnya, penyelesaian sengketa karena salah satu pihak melakukan wanprestasi akan memperhitungkan transaction cots karena proses penyelesaian sengketa yang berlarut-larut dan lama, serta memakan biaya yang besar. Oleh karena itu, berdasarkan analisis ekonomi, sengketa lebih baik dilakukan melalui musyawarah dan kalau tidak berhasil mencapai kata sepakat, perlu ditempuh Alternative Dispute Resolution (ADR) daripada membawa sengketa tersebut ke depan pengadilan.

2. Rekomendasi

  1. Untuk mengembangkan pendekatan analisis ekonomi dalam hukum, kurikulum Fakultas Hukum di Indonesia perlu memuat mata kuliah ini sehingga Sarjana Hukum Indonesia nanti, khususnya berkenaan dengan pelaksanaan hukum kontrak, dapat berpikir efisien tanpa menghilangkan unsur keadilan (fairness).
  2. Perubahan hukum kontrak sekarang selalu dikait-kaitkan dengan gejala internasionalisasi yang meluas. Namun, implikasi dari gejala tersebut tidak boleh disebutkan secara berlebihan. Perubahan sosial ekonomi yang diakibatkan oleh internasionalisasi adalah jelas. Akan tetapi, kemungkinan reaksi dari hukum nasional dan hukum kontrak masing-masing negara patut dianalisis secara mendalam.
  3. Perbedaan antara sistem common law dan civil law tetap ada dalam kenyataannya. Menjawab pertanyaan: is commercial law be coming world law? Hunter dan Carter menyimpulkan: “although the movement to world a global commercial legal system is real and will continue, it will not supplant the many different local variations that now exist”.

Sunday, August 1, 2010

MOBIL PERTAMA KEPRESIDENAN INDONESIA PERTAMA : CURIAN

Mobil kepresidenan pertama Republik Indonesia ternyata punya cerita tersendiri. Pada saat Bung Karno resmi jadi presiden, pemerintah RI tak memiliki mobil kepresidenan. Adalah Sudiro, salah seorang pemuda saat itu yang kemudian mengintai sebuah mobil sedan Buick hitam buatan tahun 1939 yang diparkir di belakang gedung Departemen Perhubungan Pemerintah Pendudukan Jepang. Mobil itu adalah milik seorang Jepang, kepala departemen tersebut.

Ketika itu Sudiro membujuk sopir pribadi kepala departemen itu untuk pulang ke kampungnya di Kebumen, Jawa Tengah dan menyerahkan kunci mobil kepada Sudiro.

Ga jelas gemana cara bujuknya, sopir itu akhirnya setuju menyerahkan kunci mobil kepada Sudiro. Setelah keadaan aman, Sudiro membawa mobil itu kepada Soekarno dan sekaligus membuat mobil “curian” tersebut sebagai mobil resmi kepresiden Republik Indonesia pertama. Sampai sekarang mobil itu masih terawat dengan baik dan diparkir di halaman belakang Gedong Joang 45, Menteng Raya 31, Jakarta Pusat.